Sabtu, 28 Februari 2009

ABSES PERIODONTAL



Abses periodontal merupakan suatu abses yang terjadi pada gingiva atau pocket periodontal. Hal ini terjadi akibat adanya faktor iritasi, seperti plak, kalkulus, infeksi bakteri, impaksi makanan atau trauma jaringan. Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan alveolar sehingga gigi goyang.

Manifestasi Klinis :
Gingiva bengkak, mukosa sekitarnya kebiru-biruan, dan terasa sangat sakit. Penderita merasa sakit bila giginya beradu. Terkadang disertai demam.

Terapi :
• Pemeriksaan foto rontgen dilakukan untuk melihat besarnya kerusakan tulang dan melihat prognosisnya
• Drainase pus
• Pemberian antibiotik
• Pembersihan plak dan kalkulus
• Memperbaiki kerusakan jaringan periodontal dan meningkatkan kebersihan mulut


INFEKSI ODONTOGEN


Etiologi :
Penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut, yaitu bakteri dalam plak, dalam sulkus ginggiva, dan mukosa mulut. Yang ditemukan terutama bakteri kokus aerob gram positif, kokus anaerob gram positif dan batang anaerob gram negative. Bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan karies, gingivitis, dan periodontitis. Jika mencapai jaringan yang lebih yang lebih dalam melalui nekrosis pulpa dan pocket periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi odontogen. Yang penting adalah infeksi ini disebabkan oleh bermacam-macam bakteri, baik aerob maupun anaerob.

Patofisiologi :
Nekrosis pulpa karena karies dalam yang tidak terawatt dan pocket periodontal dalam merupakan jalan bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan dan tubuh. Infeksi odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat (per kontinuitatum), pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe (limfogen). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara per kontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingival, thrombosis sinus kavernosus, abses labial, dan abses fasial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses sublingual, abses submental, abses submandibula, abses submaseter, dan angina lidwig.

Terapi :
Biasanya infeksi odontogen ringan dan hanya memerlukan terapi minor, tapi pada saat pasien datang tetap harus ditemukan derajat keparahan infeksi yang terjadi dengan cara melakukan anamnesis lengkap tentang perjalanan penyakit beserta gejala-gejala yang dirasakan pasien, termasuk ada tidaknya gejala sistemik. Pemeriksaan klinis dilakukan dengan memeriksa tanda vital dan daerah pembengkakan. Jadi dapat dibedakan apakah infeksi tersebut adalah sinusitis atau abses.
Pada infeksi ringan, penatalaksanaannya adalah tindakan insisi bila diperlukan (bila fluktuasi +), pemberian analgesic dan antibiotic yang adekuat, dan terakhir, ekstrasi atau perawatan gigi penyebab.


ENZIM



Enzim merupakan katalisator protein yang mengatur kecepatan berlangsungnya berbagai proses fisiologik. Sebagai konsekuaensinya, cacat pada fungsi enzim sering menyebabkan penyakit. Enzim yang mengkatalisis reaksi melibatkan pemindahan gugus, isomerisasi, oksido-reduksi, atau sintesis ikatan kovalen memerlukan kosubstrat yang dikenal sebagai koezim. Mengingat banyaknya koenzim yang merupakan derivate vitamin B, defisiensi vitamin dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan pada fungsi enzim, dan dengan demikian, akan mengganggu hemostasis. Banyak koenzim juga mengandung nukleotida AMP. Sebagian besar enzim bersifat sangat spesifik terhadap substratnya, koenzim serta tipe reaksi yang dikatalisisnya. Meskipun demikian, beberapa enzim protease juga memecah ester. Bagi enzim yang bekerja pada substrat berbobot molekul rendah, senyawa yang analog dengan substrat dapat pula ikut bereaksi, tetapi umumnya dengan kecepatan yang lebih rendah.
Pengukuran aktivitas enzim merupakan hal sentral bagi penentuan kuantitas enzim dalam riset atau laboratorium klinik. Akivitas enzim dehidrogenase yang bergantung NAD(P) diperiksa secara spektrofotometris dengan mengukur perubahan absorbs pada 340 nm yang menyertai oksidasi atau reduksi NAD(P)/NAD(P)H. Perangkaian enzim lain pada dehidrogenase dapat memperlancar analisisnya. Untuk penyelidikan struktur, mekanisme kerja, dan pengaturan aktivitasnya, enzim harus dimurnikan hingga mencapai homogenitas sekitar 95 %. Teknik pemurnian enzim mencangkup presipitasi selektif dengan pelarut garam atau organic atau kromatografi pada penyangga pertukaran ion, filtrasi gel, afinitas substrat, ligand zat warna, atau interaksi hidrofobik. Kemampuan memanfaatkan teknik rekombinan DNA untuk mengekspresikan enzim dalam tubuh hospes yang dipilih telah membawa revolusi dalam teknik pemurnian enzim dengan menghasilkan enzim dalam jumlah besar yang dalam sebagian besar keadaan, mudah dimurnikan hingga mencapai hemogenitas. Kemajuan pemurnian dinilai dengan mengukur peningkatan aktivitas spesifik suatu enzim (aktivitas per unit massa) dan homogenitas akhir lewat elektroforesis gel polikrilamida (PAGE). Penentuan lokasi enzim intrasel yang tepat disimpulkan lewat teknik histokimia dan fraksionasi sel, yang dirangkaikan dengan analisis enzimatik terhadap sayatan jaringan atau fraksi homogenate sel. Isozim, bentuk yang secara fisik berbeda tetapi dengan aktivitas katalitik enzim yang sama, terdapat dalam semua bentuk kehidupan atau jaringan. Pola isozim yang berbeda pada enzim nonfungsional di dalam serum menunjukkan kerusakan pada jaringan tertentu manusia, dan memberikan informasi diagnostik serta prognostik yang berharga. Akhirnya, kemampuan enzim restriksi endonuklease mendeteksi perubahan yang sangat kecil pada struktur gen telah memungkinkan dokter mendiagnosis penyakit genetik akibat mutasi yang menghasilkan enzim yang cacat atau enzim nonfungsional.



ALZHEIMER



Penyakit Alzheimer mengenai sekitar 10 % orang berusia diatas 65 tahun, dan antara 25 sampai 40 % diantaranya berusia diatas 85 tahun. Sekitar 50 % kasus demensia berat disebabkan oleh penyakit Alzheimer (sebagian besar kasus sisanya disebabkan oleh demensia multiinfark, baik sebagai penyakit tunggal atau disertai penyakit Alzheimer).

Patologi :
Terdapat dua gambaran khas yang ditemukan dalam otak pasien penyakit Alzheimer :
1. Plak senillis yang terdiri atas deposit β-amiloid ekstraselular, suatu peptida yang dibentuk oleh pembelahan precursor protein β-amiloid (lokus genetik 21q21-22). Deposit β-amiloid abnormal juga ditemukan dalam pembuluh darah.
2. Kekusutan neurofibriler adalah gumpalan serabut abnormal yang padat dalam sitoplasma neuron yang mengandung suatu bentuk berbeda dari protein yang berhubungan dengan mikrotubulus. Baik plak senillis maupun kekusutan neurofibriler tidak spesifik bagi penyakit Alzheimer. Keduanya didapatkan juga pada keadaan serebral kronis dan dapat ditemukan pada manula tanpa menderita demensia.
Amin otak, 5-HT, noradrenalin (norepinefrin), dan GABA, semuanya menurun kadarnya pada pemeriksaan postmortem.

Etiologi :
Faktor resikonya adalah :
• bertambahnya usia;
• trauma kepala;
• sindrom Down (trisomi 21); dan
• kerentanan genetik.
Riwayat keluarga bias didapatkan pada 30-50 % kasus. Bentuk familial yang jarang berupa penyakit Alzheimer dengan onset usia muda diturunkan dengan pola autosam dominan yang terbukti berhubungan dengan kromosom 21 dan, pada sebagian kasus, dengan kromosom 14. Telah dilaporkan adanya hubungan antara penyakit Alzheimer onset lambat yang sporadic an familial dengan polimorfisme gen apolipoprotein E pada kromosom 19.
Pada sindrom Down, kromosom 21 ekstra (trisomi 21) menyebabkan penampakan wajah yang khas (wajah datar, mata sipit, telinga kecil dengan letak rendah) dan garis simian (garis telapak tangan tunggal), disertai retardasi mental dan peningkatan insidensi penyakit jantung kongenital.

Gambaran Klinis :
Hilangnya ingatan mengenai kejadian yang baru lewat adalah keluhan utama yang bias timbul. Pemahaman bisa tetap normal pada tahap awal dan sering dijumpai adanya depresi. Kemudian, gangguan ingatan jelas disertai oleh gangguan kemampuan motorik, seringkali disertai gambaran ekstrapiramidalis. Gangguan pola tidur, hilangnya kontrol sfingter, dan perubahan kepribadian turut menyebabkan disintegrasi social progresif.

Terapi :
Terapinya sebagian besar suportif, baik bagi pasien maupun keluarganya 97 % orang yang merawat penderita mengalami gangguan emosional. Pengobatan depresi mungkin efektif pada tahap awal.




GIARDIASIS



G. lamblia adalah protozoa berflagel yang menginfeksi dinding usus halus, tetapi tidak masuk dalam darah. Kista hidup termakan bersama makanan yang terkontaminasi dan mungkin diekskresi asimtomatik, atau menyebabkan diare dan steatorea.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan tropozoit atau kista dalam tinja atau aspirasi duodenum.
Tinidazol dan metronidazol adalah obat pilihannya.



HERPES ZOSTER



Herpes zoster merupakan reaktivasi dari cacar air (vricella) yang dialami sewaktu masih usia kanak-kanak. Setelah menyebabkan cacar air, virusnya kemudian “tidur” (dormant) yang akan bangun kembali. Karena mampu menyebabkan varicalla pada anak danherpes zoster pada usia dewasa maka virus penyebabnya dinamakan “varicella-zoster virus”.
Setelah masuk tubuh manusia, virus ini mula-mula akan tinggal di saluran saraf (nerve tract) dalam keadaan tidak aktif (dormant) sehingga tidak menimbulkan gejala, atau pada anak-anak menyebabkan cacar air. Virus ini akan aktif kembali bila keadaan daya tahan tubuh menurun.
Ada beberapa keadaan yang memudahkan virus herpes zoster aktif kembali, yaitu antara lain kanker, pengobatan prednisone jangka panjang, kemoterapi, kurang gizi, infeksi HIV/AIDS, setelah transplantasi ginjal dan lain-lain.
Karena virus ini menyerang saraf tepi, maka keluhan yang dirasakan adalah nyeri yang hebat. Kelainan kulit yang umumnya berkelompok sesuai persarafan kulit, tampak seperti melepuh dan berisi air, serta terasa nyeri sekali. Seringkali rasa nyeri masih dirasakan, beberapa bulan setelah luka di kulit sembuh total.
Mengenai kondisi yang memudahkan seseorang terinfeksi virus herpes zoster timbul sebagai akibat daya tahan tubuh menurun akibat kanker atau kemoterapi. Kondisi kelemahan sistem kekebalan tubuh tersebut member kesempatan virus herpes zoster muncul kembali. Acyclovir memang merupakan obat yang tepat untuk mengatasi virus herpes zoster, obat ini memang harganya agak mahal, khususnya pada awal pengobatan karena memerlukan dosis yang tinggi. Namun khasiat acyclovir generik juga hamoir sama dengan yang paten.



CMV (CITOMEGALOVIRUS)

CMV (CITOMEGALOVIRUS)

Untuk yang baru saja terinfeksi CMV, biasanya anak-anak, dapat menyebabkan gejala yang menyerupai flu, demam meriang, pembesaran kelenjar gejah bening kemudian sembuh sendiri (disebut mononucleosis infeksiosa). Infeksi CMV biasanya laten, tanpa gejala sepanjang kehidupan seseorang. Diperkuat lagi antibody terhadap CMV yang ditemukan dalam darah jenis Imunoglobulin G (IgG) bukan IgM.
Untuk sebagian anggota masyarakat yang sistim kekebalan tubuhnya sedang terganggu berat , CMV dapat menyebabkan retinitis, kelainan di retina mata dengan gejala penglihatan menjadi kabur dan dapat menyebabkan kebutaan. Untuk kalangan tersebut CMV dapat menyebabkan nyeri menelan, diare, rasa lelah dan semutan di tungkai.
CMV dapat ditularkan melalui air ludah, darah, urine, air susu, air mani dan cairan vagina. Penularan berasal dari orang terinfeksi CMV yang tanpa gejala sama sekali, asimtomatik. Hal ini menjelaskan mengapa penularan pada orang dewasa cukup tinggi. Kita dapat tertular CMV bila tangan kita menyentuh cairan tersebut, kemudian memegang mulut atau lubang hidung kita. Dapat juga kita tertuar CMV melalui transfusi darah, hubungan seksual dan menyusui.


Senin, 09 Februari 2009

DRUG METABOLISM

DRUG METEBOLISM
All organism are exposed :
- To foreign chemical compounds
- In the air, water, and food
Pharmacologically active foreign chemicals
Endogenous substances
Metabolic pathways :
- To alter their activity & their susceptibility to excretion

THE NEED FOR DRUG METABOLISM
Portals for entry of external molecules into the body (pulmonary alveoli, intestinal epithelium) contain transporter molecules of the P-glycoprotein family → expel undersired molecules immediately after absorption.
Some foreign molecules are absorbed : toxic
Require mechanisms biotransformation :
- Mechanism by which the body terminates the action of some drugs
- It serves to activate prodrugs
More drugs : relatively lipid soluble
- Favorable to absorption across membranes
- Very slow removal from the body because the molecule would also be reabsorbed from the urine in renal tubule

A. PHASE I REACTIONS
• Oxidation
• Reduction
• Deamination
• Hydrolysis
B. PHASE II REACTIONS
• Are synthetic reactions
• Addition (conjugation) of subgroups to-OH, -NH2, and –SH functions
• The subgroups hat are added include glucuronate, acetate, glutathione, glycine, sulfate, and methyl groups.
• Relatively polar →less lipid soluble

SITE OF DRUG METABOLISM
• Liver
• Kidneys
• Blood
• Intestinal wall

DETERMINANTS OF BIOTRANSFORMATION RATE
• Vary markedly among different individuals
• Genetic
• Drug-induced
• Age
• Disease-related
• Gender

BIOTRANSFORMATION RATE
• Rate of biotransformation → the primary determinant of clearance
• Variations in drug metabolism must be considered carefully when designing a dosage regimen
• Smoking → enzyme induction in the liver & lung → ↑ the metabolism drugs

GENETIC FACTORS
• Hydrolysis of esters
• Acetylation of amines
• Oxidation